Jumat, 15 April 2016

Menulis cerpen, tema lingkungan hidup

                        ASAP JADI CINTA

            Malam semakin larut, tapi mata ini perih tak ada rasa kantuk. Aku terkesiap melihat teman-temanku yang sudah sangat pulas tertidur. Kulirik jam tangan pemberian mamaku, ternyata sudah pukul 23.30 WIB. Biasanya aku bukan orang yang suka melakukan ritual begadang di malam minggu. Mungkin karena sudah banyak sekali masalah yang mengganggu pikiranku, terutama masalah kesehatan pernapasan karena efek buruk dari kabut asap tebal yang menyelimuti Kalimantan. Pedih hati ini membayangkan ribuan orang yang terkena ispa setiap tahunnya. Namun pemerintah setempat yang juga merasakan dampak buruknya malah terkesan berdiam diri. Setiap hari kabut asap semakin memburuk dan sangat meresahkan hati semua orang.
             Namaku Monika mahasiswi baru di Universitas negeri Kalimantan. Asalku dari Sumatera Utara. Ini kali pertama aku jauh dari orangtua. Kesepian, itu hal pertama yang aku rasakan, begitu banyak hal yang harus kupelajari, mulai dari belajar hidup mandiri, belajar untuk beradaptasi dengan teman baru, dan yang terutama belajar bernafas di antara kepulan asap yang menusuk sampai ke rongga paru-paruku. Mengurus diri sendiri adalah hal yang harus kulakukan. Aku harus membiasakan diri memakai masker untuk mengindari kotornya udara yang penuh dengan asap. Dadaku kini terasa sesak, tidak mudah bagiku bernafas dengan menggunakan masker yang setiap hari menempel di mulut dan hidungku. Namun itu semua harus kulakukan agar aku mampu bertahan di perantauan ini.
            Hari-hari yang kulalui sangat membosankan, melelahkan, sekaligus menyedihkan. Sudah seminggu aku menjalani masa orientasi yang merupakan pengenalan kehidupan kampus. Setiap hari aku harus berjalan kaki ke kampus pada pukul 05.00 WIB saat orientasi ini, dan seharian penuh aku menghabiskan waktuku di kampus mengikuti berbagai kegiatan yang dibuat oleh panitia. Aktivitas ini sangat menguras tenagaku, ditambah lagi keadaan yang buruk membuatku terkadang lunglai seakan mau pingsan.
            “Trengh…trengh…trengh…” Bunyi jam weker membangunkan pagi ini. Perlahan ku kucek mataku dan seraya mencoba untuk membukanya, ternyata sudah pukul 04.00 pagi segera aku bangkit dari tempat tidur untuk mandi. Kulihat temanku yang masih tertidur pulas karena mereka tidak mengikuti orientasi hari ini. Begitu selesai mandi aku pun memakai perlengkapan orientasi dan bersiap berangkat ke kampus.
            “Dert…dert…dert…” Bunyi Hp Nokiaku, aku pun segera membuka pesan yang masuk, ternyata Nowa teman sekelompokku.
            1 message received
            “Mon kamu udah siapkan?
            Aku tunggu kamu di depan rumahku ya.”
            Setelah melihat isi pesan dari Nowa aku segera berangkat menuju rumah Nowa, namun karena terburu-buru aku lupa memakai masker yang kuletakkan di atas meja belajarku. Sudah terlanjur jauh, aku pun berniat untuk tidak memakai masker hari ini dan melanjutkan perjalanan menuju kampus bersama Nowa.
            Pada pukul 12.00 WIB. Matahari bersinar sangat terik, sebagian kegiatan orientasi berjalan dengan lancar. Namun saat melanjutkan kegiatan aku mulai lemas, tanganku mulai bergetar, mungkin karena panas matahari yang membakarku setengah hari ini, ditambah lagi aku tidak mengenakan masker membuatku menjadi lemah. Aku berusaha untuk bertahan mengikuti kegiatan orientasi sekuat tenagaku, tapi semua tak seperti yang kupikirkan, aku mulai merasa sangat lemah untuk berdiri. Perlahan aku mulai tumbang dan seakan jatuh pingsan. Namun belum sempat aku terjatuh seorang pemuda langsung menopangku dari belakang. Aku terkujur di pangkuannya dan membawaku ke tempat teduh. Pemuda itu memberi air minum ke mulutku sampai aku mulai siuman.
            “Hai… kamu udah sadar?” Tanya pemuda itu lembut.
            “Aku kenapa?” Aku balik bertanya sambil berusaha untuk bangkit duduk.
            “Kamu tadi pingsan.” Katanya sambil membantuku untuk duduk.
            “Terima kasih ya sudah membantuku.” Ucapku padanya.
            “Sama-sama. Oh iya nama kamu siapa?” Tanyanya padaku.
            “Monika.” Jawabku singkat.
            “Kenalin namaku Nathan.” Tungkasnya sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman. Aku pun menyambut salamannya walau sedikit canggung. “Oh iya ini aku punya masker satu lagi, mungkin kamu perlu memakainya agar kamu tidak pingsan lagi.” Katanya menyodorkan selembar masker sambil tersenyum.
            “Makasih ya…” Jawabku seraya menerima masker darinya. Aku mencoba memakai masker pemberiannya, tapi sedikit berbeda dengan masker yang biasa aku pakai talinya cuma satu pasang, namun yang ini ada dua pasang, membuatku kesulitan untuk memakainya.
            “Sini aku bantu memakainya.” Ucapnya padaku. Aku hanya menurut saja sambil memberikan masker padanya. Dia memakaikan masker padaku dan mengikat tali masker dengan lembut.
            “Terima kasih ya.” Jawabku dari dalam masker yang dipasangkannya.
            “Sama-sama, kalau begitu aku lanjut kegiatannya ya. Kamu istirahat aja dulu.” Katanya padaku sambil bangkit berdiri untuk bergabung dengan kelompok untuk melanjutkan kegiatan orientasi.
            Hari sudah petang. Akhirnya aktivitas orientasi hari ini telah selesai. Aku bersiap untuk pulang bersama dengan Nowa dan teman-temannya. Kami berjalan bersama-sama keluar dari kampus. Tiba-tiba sebuah sepeda motor menghampiriku. Setelah aku melihat wajahnya baru aku sadar kalau itu adalah Nathan orang yang tadi siang menolongku saat pingsan.
            “Hai…” Ucapnya padaku. Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya. “kamu jalan kaki setiap hari ya?” Tanya Nathan padaku.
            “Iya begitulah.” Jawabku.
            “Besok kan hari terakhir orientasi, dan harus cepat sampai, bagaimana kalau besok kita barengan?” Kata Nathan menawarkan bantuan.
            “Tidak usah. Aku biasa datang dengan cepat kok.” Jawabku.
            “Kamu yakin? Nanti kamu telat dan lupa membawa masker bisa pingsan lagi loh…” Ucapnya sambil tersenyum. Aku hanya menunduk diam tidak menyahut ucapannya. Aku berpikir betul juga kata-katanya, hari-hari sebelumnya aja aku harus berlari-lari ke kampus supaya tidak telat. Padahal aku udah bangun cepat. Apalagi besok, apa harus bangun pukul 03.00 dan berlari-lari agar tidak terlambat pikirku. “Bagaimana? Kalau kamu mau supaya aku jemput besok dengan senang hati.” Kata Nathan memastikanku.
            “Iya deh, makasih ya.” Jawabku menerima tawarannya padaku.
            “Oke deh, nih nomor Hp-ku. Besok pagi kamu sms aku kalau udah siap.” Kata Nathan menyerahkan sepotong kertas bertulis angka nomor Hp-nya. Aku pun menerima potongan kertas itu dan menyimpannya di sakuku. “Kalau gitu aku duluan ya…” Ucapnya padaku sambil mengemudikan sepeda motornya meninggalkanku. Kulihat teman-temanku sudah jauh di depan, aku pun mempercepat langkahku untuk menghampiri mereka.
            “Kalian bicara apa tadi?” Tanya Nowa padaku.
            “Besok dia menawarkanku bantuan untuk menjemputku ke rumah.” Ucapku sambil menarik nafas dalam-dalam.
            “Owh…bagus dong. Jadi kamu mau?” Katanya lagi. Aku menundukan kepalaku dengan sedikit malu. “ Jadi kamu tidak perlu berlari-lari sendirian menuju rumahku, kalau aku kan dekat dari kampus.” Ucapnya padaku. “Lagian dia cowok yang keren kok, jangan-jangan nanti kamu jatuh cinta padanya.” Kata Nowa lagi sambil tersenyum.
            “Ahh… kamu ini bilang apa sih.” Jawabku sambil mencubit tangannya. Dia hanya tertawa membuat pipiku jadi merah merona. Sepanjang jalan dia becanda padaku, membuatku tertawa seketika itu juga rasa lelah di tubuh menjadi hilang dan jauhnya perjalanan jadi tidak terasa.
            Sesampainya di rumah kurebahkan tubuhku di tempat tidur. Kutatap langit-langit kamar, pikiranku kosong. Perlahan aku mulai terbang dalam lamunanku. Entah apa yang kupikirkan.
            “Hei… kenapa bengong, kamu udah lama nyampeknya?” Kata Haztry teman serumahku, membuyarkan lamunanku.
            “Heh… iya, baru aja.” Jawabku sedikit terkejut. “Esra di mana?” Tanyaku.
            “Itu ada di depan lagi main laptop.” Jawab Haztry padaku.
            “Bagaimana kegiatan mu hari ini?” Tanyanya padaku.
            “Tadi siang aku lupa bawa masker. Aku jadi pingsan tadi. Mungkin karena aku terlalu banyak menghirup udara kotor.” Jawabku.
            “Terus?” Tanya Haztry makin penasaran.
            “Untung ada orang yang menahanku dari belakang, kalau enggak aku bakalan jatuh terhempas ke tanah.”           
            “Siapa orang itu?” Tanya Haztry.
            “Dia teman satu kelompokku, tadi dia memberikanku masker. Besok dia menjemputku ke rumah. Awalnya sih aku gak mau, tapi dari pada aku kena hukum kalau terlambat aku terima ajakannya.” Jelasku padanya.
            “Wah… bagus dong.” Jawab Esra dari ruang depan. Ternyata dia mendengarkan kami cerita.
            “Ahh… biasa aja. Aku mandi dulu.” Jawabku sambil bangkit berdiri beranjak menuju kamar mandi.
            Setelah selesai mandi dan makan malam aku pun langsung beristirahat karena merasa lelah. Besok aku harus berangkat cepat dan masih banyak kegiatan yang menantiku sehari penuh. Hanya sekejab saja aku udah masuk dalam dunia mimpi dan tertidur pulas.
            “Trengh… trengh…” Bunyi jam weker yang kembali membangunkanku, menyadarkanku dari dunia mimpi. Aku pun beranjak untuk apel pagi. Setelah apel pagi aku langsung mengambil kertas dari celanaku. Kertas nomor Hp yang diberikan Nathan padaku. Dengan perlahan kutekan tombol Hp-ku sesuai dengan angka yang ada di kertas itu dam mengirim SMS padanya.
            “Pagi, aku tunggu di rumah ya, jangan lama.
            #Monika”
            Segera kukirim ke nomor Nathan.
            Status report delivered
            Akhirnya pesan yang kukirim sampai juga dan selang beberapa menit Hp-ku berdering.
            1 message received
“Oke  tunggu ya, aku segera sampai.”
Aku segera bersiap-siap untuk berangkat ke kampus. Kuperiksa  segala keperluanku agar jangan sampai ketinggalan seperti semalam.
Akhirnya ada cahaya lampu motor ke rumah. “Monika… Aku udah sampai.” Kata Nathan. Aku pun segera keluar dari rumah. “Ayok… nanti kita telat.” Lanjutnya mengajakku naik sepeda motornya.
Sesampainya di kampus kami melakukan kegiatan orientasi yang terakhir bersama-sama. Nathan mengingatkanku untuk selalu memakai masker karena keadaan udara yang sangat kotor. Dia juga mengatakan kalau aku harus selalu tersenyum dalam mengatasi masalah agar semua terasa ringan.
Kegiatan orientasi ini membuat kami semakin akrab. Aku merasa menemukan teman baru yang cukup peduli dengan keadaanku. Meskipun ini menjadi hari terakhir kami mengikuti kegiatan orientasi dan masing-masing akan terpisah, karena aku dan Nathan berbeda jurusan, tapi kami tetap ada komunikasi. Nathan tetap mingingatkanku untuk selalu tersenyum walau aku tak menginginkannya.
Hari demi hari berganti, kegiatan kampus mulai aktif. Aku pun semakin banyak bertemu dengan wajah baru. Mereka sudah kuanggap sahabatku sekaligus teman seperjuangan terbaik yang aku temukan. Kami selalu bersemangat melakukan semua kegiatan walaupun kondisi cuaca yang semakin ekstrem tiap  harinya. Sudah hampir sebulan asap tak kunjung juga hilang, malah semakin hari keadaan bertambah parah. Tapi kami tidak pernah mengeluh. Kami belajar hidup di antara kepulan asap demi sebuah cita-cita.
Waktu terus berputar, namun keadaan belum juga kondusif. Akhirnya kampus mengeluarkan surat edaran untuk melakukan aksi demo mahasiswa melawan asap dikantor gubernur. Hal ini dilakukan karena tidak adanya penanggulangan yang efektif dilakukan pemerintah dalam mengatasi bencana kabut asap yang menyelimuti Kalimantan. Ini terbukti dari semakin luasnya kebakaran lahan yang terjadi.
Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh para mahasiswa Senior dari organisasi Mahasiswa Pecinta Alam. Mereka menyatakan bahwa kabut asap Kalimantan merupakan skenario pemerintah untuk mengkorupsikan uang rakyat.
“Kita mahasiswa harus mengambil peran serta untuk melawan asap Kalimantan. Kita semua tau bahwa pejabat tidak terlalu memberikan perhatian pada bencana ini. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Sebagai mahasiswa kita harus bertindak.” Ujar ketua organisasi Mahasiswa Pecinta Alam.
Setelah selesai pengarahan semua mahasiswa bersiap untuk melakukan kegiatan demo di depan kantor gubernur. Aku pun turut serta dalam kegiatan ini. Dengan semangat aku turun ke jalan demi memperjuangkan lingkungan hidup sehat di Kalimantan ini.
“Monika kamu masih sanggup?” Tanya seorang pemuda diantara suara yang bising. Segera kuamati wajahnya yang tertutup masker, dan ternyata Nathan.
“Hai… sepertinya masih.” Jawabku dengan santai.
“Ini air minum, kelihatannya kamu haus.” Kata Nathan sambil menyodorkan botol air minum padaku.
“Terima kasih ya.” Balasku sambil menerima botol air minum pemberiannya.
Kami melakukan kegiatan demo sama-sama. Ntah kenapa aku merasa ada yang berbeda pada Nathan. kuamati dirinya dengan seksama, Nathan cowok berperawakan tinggi, matanya sipit, kulitnya putih, kalau dipikir-pikir dia mirip dengan orang korea. Namun yang paling membuatku suka adalah sifatnya baik, perhatian, sopan, dan ramah. Aku tak tau kenapa aku mulai begitu memperhatikannya, apa jangan-jangan aku mulai jatuh cinta. Aduh kenapa bisa begini ya, kenapa aku mulai jatuh hati padanya.
“Hei kenapa melihatku begitu?” Tanya Nathan padaku, membuatku tertunduk malu karena dia tau kalau dari tadi aku mengamatinya.
“Tidak apa-apa, aku cuma melihat keringatmu.” Kataku sambil mengambil sapu tangan dari sakuku dan kuusapkan di keningnya.
“Makasih ya Mon, kamu baik banget.” Kata Nathan padaku. “Sini gantian aku yang usap keringat di keningmu.” Katanya lagi sambil mengambil sapu tangan dari tanganku dan mengusap keningku sambil tersenyum. Membuat relung hatiku bergetar.
Tidak terasa kegiatan demo sudah selesai. Semua mahasiswa boleh pulang ke rumah masing-masing. Dan aku pulang bersama dengan Nathan. Sepanjang perjalanan aku hanya diam tidak berkata apa-apa. Ntah kenapa tidak ada hal  yang mendukung untuk di ucapkan. Nathan juga masih fokus mengemudikan motornya.
“Mon.. besok kan libur, kamu sibuk nggak?” Tanya Nathan.
“Enggak, mungkin aku hanya bermalas-malasan di tempat tidur seharian penuh.” Jawabku.
“Kamu mau nggak aku ajak jalan-jalan?” Tanyanya lagi.
“jalan-jalan kemana?” Aku balik bertanya  padanya.
“Ke taman kota, mau ya…” Ajak Nathan lagi.
Gimana ya, aku mau tapi pulangnya jangan lama ya.” Jawabku menyetujui.
“Iya, besok aku jemput kamu ya.” Katanya dengan senang.
Sesampainya di rumah rumah, Nathan pun pulang kerumahnya setelah pamit. Aku segera masuk kedalam rumah menunggu teman-temanku. Kulepaskan masker yang menempel di depan mulut dan hidungku sepanjang hari ini.
“Mon… buka pintunya dong, udah sesak nih.” Kata Hazty dan Esra dari balik pintu rumah.
“Iya bentar.” Jawabku sambil berjalan menuju pintu depan.
“Eh.. tadi kami lihat kamu jalan bareng cowok kemaren, jangan-jangan benar kata-kataku kemarin.” Kata Haztry sambil tersenyum masuk ke dalam rumah.
“Ahh… kamu ini. Dia cuma ngantar aja kok.” Jawabku malu-malu.
“kamu suka sama dia ya? Tanya Ezra penasaran. Aku hanya menunduk.
“Cie… jatuh cinta ni ye…” Kata mereka serempak.
“Besok dia mengajakku jalan-jalan, katanya ke taman kota.” Kataku terbuka.
“Wah… beruntung kamu Mon bisa refreshing menghindari asap-asap yang bertebaran ini .” Kata Ezra.
“Ya begitulah, aku tidur dulu ya. Rasanya capek karena seharian demo tadi.” Balasku sambil berbaring di tempat tidur.
Waktu yang dinanti tiba. Fajar telah terbit di ufuk timur. Aku telah selesai bersiap-siap sehingga tampak segar walaupun sederhana.
“Tin… tin..” Bunyi klakson motor Nathan, pertanda dia telah sampai. Segera kubuka pintu rumah menyambutnya dengan senyum.
“Sudah siap?” Tanya Nathan
“Sudah, ayok..” Jawabku sambil berjalan ke arahnya.
“Maskermu mana?” Tanya Nathan lagi.
“Ini dalam tas.” Jawabku datar.
“Ohh.. yaudah kamu pakai aja, jangan disimpan.” Katanya padaku. Kukenakan maskerku dan duduk di boncengannya.
Hanya sekitar 30 menit kami telah sampai di taman kota. Nathan memarkirkan motornya lalu kami mulai berjalan berkeliling di sekitar  taman yang penuh dengan bunga dan pohon yang rindang,  membuat tempat ini terasa sejuk walau masih ada kabut asap yang menyelimuti.
Nathan mulai bicara dan membuatku tertawa terbahak-bahak dengan candanya. Dia benar-benar memiliki sifat humoris. Rasanya menyenangkan sekali. Setelah lelah keliling-keliling kami duduk bersebelahan di bawah pohon rindang untuk istirahat.
“Mon..” Kata Nathan padaku.
“Iya, kenapa?” Tanyaku padanya.
“Kalau aku ngomong sesuatu kamu marah nggak?” Tanyanya padaku lagi.
“Ngomong apa maksudmu?” aku balik bertanya karena bingung.
“Sebenarnya saat masa orientasi kemarin waktu kamu pingsan, dari situlah aku mulai mengenalmu pertama kalinya. Aku… mau bilang.. sebenarnya aku mulai saat itu setiap hari tak pernah berhenti memikirkanmu dan aku mulai menyukaimu Mon. Aku tak tau mengatakannya, aku takut kalau rasa ini justru membuatmu marah, dan aku mencoba menyembunyikannya tapi justru membuatku tersiksa. Hatiku terus menyuruhku untuk bicara mengungkapkan semuanya ” Katanya dengan sangat gugup. Aku terdiam, jantungku berdegup kencang mendengarnya.  Mulutku kaku tak mampu untuk bicara. “Mon.. kamu mau nggak jadi pacarku?” Kata Nathan lagi sambil menyentuh tanganku, membuat aliran darahku semakin deras mengalir. “Mon.. jawab dong” Pintanya.
“A.. aku… aku mau jadi pacarmu.” Kataku dengan suara kecil.
Sungguh...? Monika... makasih ya Mon.” Jawabnya. Dengan refleks dia memelukku mungkin karena sangkin senangnya.
“I.. iya… lepasin dong, aku bisa mati menahan nafaas dari tadi. Aku butuh air minum, detak jantungku belum tenang.” Jawabku sambil melepaskan pelukannya.
“Iya.. iya.. maaf ya…” katanya padaku.
Hari ini menjadi hari yang spesial bagi kami. Aku tak pernah menyadari pingsannya aku karena asap, menjadi awal yang membuatku jatuh cinta. Bencana ini memberi ingatan tersendiri buatku.
Begitulah kisah ini bermula, cinta yang mengajarkanku untuk memahami bahwa bencana kabut asap yang terjadi akibat kecerobohan dan ketidakpedulian pada lingkungan sehingga bencana semakin parah terjadi. Ini karena ketiadaan rasa cinta pada lingkungan. Namun saat kita mulai sadar akan pentingnya lingkungan hidup yang nyaman dan bersih saat itu juga kita belajar untuk memperbaiki lingkungan hidup. Sebagai kaula muda bangsa yang merupakan penerus bangsa kita harus memulai semua dari sekarang, ikut berperan dalam pembangunan. Bersih lingkunganku, nyaman cintaku

#TAMAT#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar