Jumat, 13 Mei 2016

Kesadaran Dunia Internasional tentang ekologi yang rusak




Hubungan internasional mengalami dinamika dan perkembangan di dalamnya seiring dengan berjalannya waktu. Berbagai isu telah berkembang dalam dunia internasional dan memunculkan berbagai perspektif baru dalam hubungan internasional. Salah satu di antaranya adalah munculnya Green Perspective atau perpektif hijau. Perspektif ini lahir dengan misi ntuk mengangkat isu lingkunagan ke dalam isu internasional. Hal itu dikarenakan isu lingkungan sempat diabaikan dan tidak terlalu diperhatikan dalam dunia internasional. Isu lingkungan bukan hanya menjadi isu nasional saja melainkan juga sebagai isu inernasional  yang penting dalam hubungan internasional sekarang  (Jackson & Sorensen, 2009). Dengan pernyataan tersebut, kini isu lingkungan menjadi isu internasional yang diangkat dalam hubungan internasional.
Perspektif hijau merupakan perpektif  baru yang muncul pada tahun 1960-an. Kemudian perspektif ini mulai mengkritik liberalisasi beserta adanya isu perang pada saat itu. Perang pada saat itu telah membawa dampak yang buruk terhadap kerusakan lingkungan (Jackson & Sorensen, 2009). Meskipun perspektif hijau tergolong baru kemunculannya yaitu pada saat perang dingin, namun perspektif ini juga terkait pula dengan perang dunia sebelumnya yang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Berawal dari situ, terdapat pemikiran dan kesadaran manusia atas kelestarian lingkungan hidup. Dampak akibat kerusakan lingkungan tidak dapat dirasakan secara langsung namun akan sangat terasa pada tahun-tahun  berikutnya. Hal itulah yang menjadi konsentrasi dari gagasan perspektif hijau, karena lingkungan akan semakin parah jika tidak segera ditangani.
Berdasarkan dari pemikiran tersebut, perspektif hijau memiliki tujuan untuk menangani isu lingkungan global dalam hubungan internasional. Salah satu hal yang menjadi konsentrasi isu lingkungan adalah kerusakan ekologi pada negara-negara berkembang. Negara berkembag memiliki banyak dampak eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh negara maju. Oleh karena hal itu, negara berkembang seharusnya mendapat perlindngan dari eksploitasi sumber daya alam yang berlangsung melampaui batas. Selain itu pula, negara-negara maju diharapkan memiliki kesadaran agar tanggap terhadap isu lingkungan yang ada. Adanya kesadaran itu akan membuat setiap negara akan memiliki rasa tanggung jawab yang sama atas lingkungan yang ada (Eckersley, 2007).
Perspektif hijau memiliki beberapa asumsi dasar dalam pendiriannya. Asumsi dasar yang pertama adalah penolakan terhadap manusia sebaga pusat segalanya dan menganggap bahwa seluruh kebaikan alam hanya untuk manusia (Matthew, 2001). Dalam pandangan tersebut, manusia dilihat sebagai subjek lingkungan. Namun kenyataannya banyak manusia yang menjadi serakah terhadap alam karena menganggap semua yang ada di alam adalah tercipta untuk kebutuhan manusia serta pemanfaatan kebaikan alam juga bergantung pada keinginan manusia (Steans et. al., 2005). Selain dari itu,  pertumbuhan penduduk berdampak buruk terhadap lingkungan.Dampak yang dapat ditimbulkan adalah kerusakan lingkungan dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan penduduk memang menjadi konsentrasi pada kerusakan lingkungan. Hal itu  dikarenakan semakin banyak penduduk maka semakin banyak sumber daya alam yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan hidup setiap  penduduk. Dengan demikian, dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi alam secara besar-besaran. Belum lagi fakta jika penduduk semakin banyak maka akan semakin banyak lahan yang dibutuhkan untuk rumah tinggal yang berakibat pada terganggunya ekoseistem yang ada. Asumsi selanjutnya adalah tentang konsep desentralisasi. Maksud dari konsep tersebut adalah penolakan terhadap bentuk pemusatan karena perspektif hijau lebih setuju dengan komunitas yang lebih kecil daripada negara. Sehingga, diharapakan akan dapat memberikan perlindungan terhadap lingkungan dengan lebih optimal (Matthew, 2001).
Namun, terdapat pula beberapa penolakan terhadap asumsi atau argumen yang disampaikan perspektif hijau. Konsep desentralisasi mendapat perhatian karena komunitas yang lebih kecil dibanding negara akan memiliki kepentingan tersendiri dalam hubungan antarkomunitas. Kemudian, isu selanjutnya yaitu berupa pendapat bahwa isu lingkungan merupakan isu global dan bukan hanya isu kelompok. Sehingga, penyelesaian isu lingkungan harus diatasi oleh satu kelompok global. Hal lain yang menjadi kritik adalah kedaulatan negara yang mana di dalamnya terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil (Matthew, 2001).
Dengan demikian yang dapat disimpulkan adalah perspektif hijau merupakan perspektif yang lahir karena isu lingkungan. Isu lingkungan yang dulu sempat diabaikan kini menjadi konsentrasi baru dalam menjalankan setiap perilaku dalam hubungan internasional. Hal tersebut tumbuh dari kesadaran bahwa alam akan semakin rusak jika manusia semakin serakah dan tidak peduli dengan nasib lingkungan. Perspektif hijau dengan isu lingkungannya menjadi hal yang relevan dalam hubungan dunia internasional saat ini yang mana isu linkungan bukan hanya merupakan isu nasional namun sudah menjadi isu internasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar