Jumat, 06 Mei 2016

Campyloacter jejuni



Bakteri Campylobacter jejuni

Campylobacter jejuni merupakan pantogen manusia yang terutama menyebabkan enteritis dan kadang-kadang invasi sistemik, terutama pada bayi. Bakteri ini merupakan penyebab diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody diarrhea) yang sama seringnya seperti Salmonella dan Shigella.
Taksonomi dari Campylobacter jejuni
-          Kingdom =     Bacteria
-          Phylum    =     Proteobacteria
-          Class        =    Epsilonproteobacteria
-          Order       =    Campylobacterales
-          Family      =    Campylobacteraceae
-          Genus       =    Campylobacter
-          Species     =    Campylobacter jejuni
A. Morfologi dan Identifikasi
Campylobacter jejuni adalah kuman batang Gram- negative, berbentuk koma, Spiral, gastroenteritis atau. Kuman ini dapat bergerak dengan sebuah flagel kutub, dan tidak membentuk spora. Pada pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukan adanya sejumlah kuman yang meluncur kesana-kemari disertai darah dan netrofil. Tumbuh pada perbenihan selektif di dalam sungkup lilin. Campylobacter jejuni dieramkan pada suhu 42Oc kuman akan tumbuh baik sementara kuman tinja pencernaan lainnya tunbuh kurang baik pada suhu ini. Bakteri Campylobacter jejuni juga menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita kencing manis atau kanker, atau bakteri  Campylobacter jejuni, berasal dari kata “campy” yang artinya melengkung, bakteri gram negatif, mikroaerofil, batang termofilik yang tumbuh paling baik pada suhu 42 ° C (107 ° F) dan konsentrasi oksigen yang rendah. Ciri ini adaptasi untuk pertumbuhan di habitat normal - usus burung berdarah panas dan mamalia (CDC, 2007).






                                                                       
            - Campylobacter jejuni pada saat berkoloni dan berada pada Usus.
B. Pembiakan dalam proses penelitian
Sifat biakan merupakan hal terpenting dalam isolasi dan identifikasi Campylobacter jejuni. Diperlukan perbenihan selektif ,dan pengeraman harus dilakukan dalam atmosfer dengan O2 yang lebih rendah ( 5% O2) dan lebih banyak CO2 (10% CO2). Suatu cara mudah untuk mendapatkan lingkungan pengeraman ini adalah dengan menempatakan lempeng pada tabung pengeraman anaerob tanpa katalis, dan memberi gas dengan pembangkit gas atau penukaran gas. Pengeraman lempeng pertama harus dilakukan pada suhu 42-43oC. Meskipun Campylobacter jejuni tumbuh baik pada suhu 36-37oC, pengeraman pada suhu 42oC akan menghambat pertumbuhan banyak bakteri lainnya yang ada difeses, sehingga akan memudahkan identifikasi Campylobacter jejuni. Beberapa perbenihan selektif yang banyak digunakan adalah, perbenihan Skirrow, yang memakai gabungan vankomisin, polimiksin B, dan trimetoprin; perbenihan Campy BAP juga menyertakan sefalotin. Kedua perbenihan tersebut digunakan untuk isolasi Campylobacter jejuni pada suhu 42oC,  jika dieramkan pada suhu 36-37oC, perbenihan Skirrow dapat membantu isolasi kampilobakter lainnya,tetapi perbenihan Campy BAP tidak , karena banyak kampilobakter peka terhadap sefalotin. Koloni yang terbentuk cenderung tidak berwarna atau abu-abu. Koloni ini berair,meluas atau bulat dan konveks; kedua tipe koloni dapat muncul pada sebuah pelat agar.
Dari 16 spesies dari genus Campylobacter teridentifikasi sampai saat ini, setidaknya delapan telah diidentifikasi berpotensi patogen terhadap pencernaan manusia diantarany  C. jejuni, C. coli, C. lari, C. janin, C. upsaliensis, C. sputorum, C. concisus, dan C. curvus. (Speciation of Campylobacter coli, C. jejuni, C. helveticus, C. lari,C. sputorum, and C. upsaliensis (Robert e,  Mandrell. 2005).
C. Sifat-sifat Pertumbuhan
Karena diperlukan perbenihan selektif dan kondisi pengeraman tertentu untuk pertumbuhan, suatu uji yang singkat diperlukan untuk identifikasi. Campylobacter jejuni bersifat patogen terhadap manusia bersifat oksidase dan katalase positif. Campylobacter jejuni tidak mengoksidasi atau meragikan karbohidrat. Sediaan apus yang diwarnai dengan Gram menunjukan morfologi yang khas. Reduksi nitrat, pembentukan hydrogen sulfida, tes hipurat, dan kepekaan terhadap antimikroba dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies lebih lanjut.
D. Patogenesis dan Patologi
Infeksi pada Campylobacter jejuni melalui mulut dari makanan (misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (air terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas, anjing, kucing, domba dan babi), atau dengan feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam yang belum dimasak dengan baik. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person atau hewan yang terinfeksi atau ekskretanya serta aktivitas seksual anal-genital-oral sebagai transmisi. Campylobacter jejuni peka terhadap asam lambung, perlu memakan 104 organisme untuk dapat menyebabkan infeksi. Jumlah ini sesuai dengan jumlah yang diperlukan pada infeksi Salmonella dan Shigella, tetapi lebih sedikit daripada yang diperlukan untuk infeks Vibrio. Campylobacter jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel, menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah merah dan darah putih pada tinja. Kadang – kadang C.jejuni masuk ke dalam aliran darah sehingga timbul gambaran klinik demam enterik. Invasi jaringan yang terlokalisasi serta aktivitas toksin menyebabkan timbulnya enteritis (prevalensinya lebih tinggi). C.jejuni dapat menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar. Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses ulcerative colitis.
Rute penularan Campylobacter melalui fecal-oral, kontak seksual orang-ke-orang, susu mentah tidak dipasteurisasi dan konsumsi daging unggas, dan ditularkan melalui air (misalnya, melalui pasokan air yang tercemar). Paparan hewan peliharaan sakit, terutama anak anjing, juga dikaitkan dengan wabah Campylobacter. Dosis infeksius 1000-10,000 bakteri. infeksi Campylobacter telah terjadi setelah menelan 500 organisme oleh sukarelawan, namun dosis kurang dari 10.000 organisme bukanlah penyebab umum penyakit. Campylobacter spesies sensitif terhadap asam klorida dalam lambung, dan pengobatan antasida dapat mengurangi jumlah inokulum yang diperlukan untuk menyebabkan penyakit, (Admin, 2010).
Campylobacter memiliki dua gen flagellin bersamaan untuk motilitas, yaitu flaA dan flaB. Gen ini mengalami rekombinasi antargen, memberikan kontribusi bagi virulensinya, (Admin,2010).
Campylobacter jejuni dieramkan pada suhu 42oC kuman akan tumbuh baik sementara kuman tinja pencernaan lainnya tunbuh kurang baik pada suhu ini. Bakteri Campylobacter jejuni juga menyebabkan infeksi aliran darah (bakteremia), terutama pada penderita kencing manis atau kanker. Campylobacter jejuni dapat berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel, menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah merah dan darah putih pada tinja. Dengan mengkonsumsi makanan yang telah diproses dekontaminasi yang terkontrol dengan higienis serta dengan menjaga kebersihan diri, kebersihan lingkungan merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri. Campylobacter jejuni dapat diobati dengan diberikan terapi antibiotik, yakni eritromisin secara oral serta didukung dengan diberikan penggantian cairan dan elektrolit, dan dapat juga diberikan. Ciproflxacin yang mampu mencegah infeksi dari bakteri Campylobacter jejuni dan membunuhnya.
Efek jangka panjang dari keracunan pangan karena bakteri Campylobacter adalah penyakit autoimun, guillian bare yg menyebabkan kelumpuhan dan mengancam jiwa jika tidak segera mendapatkan perawatan. Penyakit guillian barre adalah penyakit langka, didunia hanya 0.5 kasus per-100 ribu populasi. Tandanya seperti flu, tapi sebagian tubuh langsung para lysis alias lumpuh. Biasanya, beberapa hari sebelumnya penderita mengalami diare, mual, muntah dan kram perut. Bakteri pemicu guillian barre adalah Campylobacter jejuni. Tubuh membentuk antibody untuk menyerang protein outer membran bakteri ini ketika bakteri menginfeksi tubuh. Tetapi, antibody ini juga merusak lapisan pelindung dari beberapa syaraf, yang memicu kelumpuhan (Hartono, 2009).
Habitat normal C. jejuni adalah saluran pencernaan sehingga bisa ditemukan didalam feces hewan dan burung. Manusia juga ada yang membawa bakteri ini didalam fecesnya. Air, sayur dan bahan pangan hewani mudah terkontaminasi dengan bakteri ini. Kasus Luar Biasa untuk C. jejuni dilaporkan pada könsumsi susu yang diminum mentah dan ayam yang dimasak tidak sempurna (Anonimous, 2003).
E. Gejala klinis
Masa inkubasi untuk Campylobacteriosis (waktu antara eksposur ke bakteri dan timbulnya gejala pertama) biasanya dua sampai lima hari, tetapi onset dapat terjadi dalam sedikitnya dua hari atau selama 10 hari setelah menelan bakteri. Penyakit ini biasanya berlangsung tidak lebih dari satu minggu, tetapi kasus yang parah dapat bertahan selama tiga minggu (Robert e. Mandrell. 2005).
Campylobacteriosis ditandai dengan diare yang hebat disertai demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis. Sekitar 70% kasus campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh cemaran C. jejuni pada karkas ayam. Cemaran C. jejuni di Indonesia cukup tinggi. Menurut Poloengan et al. (2005), 20−100% daging ayam yang dipasarkan di Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan Tangerang tercemar bakteri C. Jejuni.
Mayoritas kasus yang ringan tidak memerlukan rawat inap, namun infeksi Campylobacter jejuni dapat menjadi berat dan mengancam jiwa bila menyebabkan radang usus buntu atau radang pada organ tubuh lainnya. Diperkirakan bahwa sekitar satu dari 1.000 kasus Campylobacter menimbulkan kematian. Kematian umumnya terjadi jika disertai munculnya penyakit lain seperti kanker, penyakit hati, dan AIDS (Admin.2010).
Untuk sejumlah kecil orang, infeksi Campylobacter dapat mengakibatkan masalah kesehatan jangka panjang, penyakit langka yang disebut Guillain-Barre Syndrome (GBS). Guillain-Barre Syndrome (GBS) merupakan penyakit autoimun, dimana sistem imun tubuh menyerang bagian dari sistem saraf tepi yaitu mielin (demielinasi) dan akson (degenerasi aksonal). Akson adalah tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel. Mielin adalah selubung yang mengelilingi akson, merupakan suatu kompleks protein-lemak berwarna putih. GBS ditandai dengan polineuropati yang menyeluruh: paralisis ekstremitas, badan atas dan wajah,  menghilangnya refleks tendon,  berkurangnya fungsi sensoris (nyeri dan suhu) dari badan ke otak; disfungsi otonom dan depresi pernafasan. Gejalanya biasanya perlahan, mulai dari bawah ke atas (Admin. 2010).
Produksi Cytotoxin telah dilaporkan pada pasien penderita strain Campylobacter dengan gejala diare berdarah. Dalam sejumlah kecil kasus, infeksi dikaitkan dengan sindrom hemolitik-uremik dan purpura thrombocytopenic trombotik melalui mekanisme kurang dipahami. cedera sel endotel, dimediasi oleh endotoksin atau kompleks imun, diikuti oleh koagulasi intravascular dan microangiopathy trombotik dalam glomerulus dan mukosa gastrointestinal (Mahmud H Javid, MD. 2010).
Campylobacter jejuni menghasilkan toxin yang disebut Cytolethal Distending Tokxin (CDT). Cytolethal Distending Tokxin merupakan racun yang dihasilkan oleh varietas bakteri patogen. Mekanisme citotosisitas CDT adalah unik, karena masuknya di dalam sel eukariyotik. CDT (cytolethal distending toksin) yang dapat menghalangi pembelahan sel dan menghambat aktifasi sistem imun tubuh. Ini membantu bakteri untuk dapat menghindar dari sistem kekebalan tubuh dan bertahan dalam jangka waktu terbatas di dalam sel. Organisme ini menyebabkan perdarahan, pembengkakan, dan enteritis eksudatif (Admin. 2010).
  ►Gejala klinik juga dapat berupa:
·      keluhan abdominal seperti mulas,  nyeri seperti kolik, mual / kurang napsu makan, muntah, demam, nyeri saat buang air besar (tenesmus), kejang perut akut, lesu, sakit kepala, demam antara 37,8-40°C, malaise, pembesaran hati dan limpa, serta gejala dan tanda dehidrasi
·      kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis) dan selaput otak dan medulla spinalis (meningitis)
·      penyakit enterik akut disertai invasi kepada usus halus dan menyababkan nekrosis berdarah
·       diare hebat/ ekplosif disertai dengan adanya banyak darah, lendir, lekosit PMN (polimorfonuklear) dan kuman pada tinja bila diperiksa secara mikroskopis
·       dapat dikacaukan dengan radang usus buntu dan kolitus ulseratif
·      Jika tidak diobati , 20% penderita mengalami infeksi berkepanjangan dan sering kambu
F. PENCEGAHAN
Menurut Bill Marler (2010), langkah yang paling penting dan dapat diandalkan untuk mencegah infeksi Campylobacter adalah: memasak semua produk unggas dengan benar.
1. Pastikan bahwa bagian paling tebal dari burung (pusat dada) mencapai 840C atau lebih tinggi. Disarankan bahwa suhu mencapai 690C setidaknya untuk bahan pengisi dan 740C untuk produk daging ayam giling, sedangkan untuk paha dan sayap dimasak hingga lemaknya keluar
2. Pertimbangkan untuk menggunakan makanan iradiasi dalam dosis yang disetujui telah ditunjukkan untuk menghancurkan sedikitnya 99,9% dari patogen bawaan makanan yang umum termasuk Campylobacter, yang berhubungan dengan daging, unggas, dan kontaminasi sekunder produk segar.
3. Pastikan bahwa makanan lain seperti buah dan sayur tidak pernah kontak dengan pisau untuk memotong daging atau unggas atau peralatan yang digunakan selama pemotongan.
4. Jangan meninggalkan makanan di luar ruangan dengan kondisi terbuka selama lebih dari 2 jam.
5. Hindari produk susu mentah dan air tanah tanpa perlakuan (klorinasi atau dimasak)
6. Cuci buah dan sayuran dengan benar terutama jika dimakan mentah. Jika memungkinkan sayurn dan buah dikupas terlebih dahulu.
7. Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, terutama pada ujung jari dan lipatan kuku dan dikeringkan dengan kertas sekali pakai setelah kontak dengan hewan peliharaan, terutama anak-anak anjing, atau hewan ternak.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip higiene dan sanitasi yang baik selama pengolahan makanan. Tidak mengkonsumsi makanan mentah, memasak makanan dengan sempurna dan mencegah kontaminasi setelah pemanasan penting untuk mengendalikan campylobacter pada makanan hewani. Pada sayuran, kontaminasi dapat dikendalikan dengan tidak menggunakan feses hewan sebagai pupuk dan tidak menggunakan air tercemar untuk mencuci sayur (terutama yang akan dimakan mentah) (Anonimous, 2011).
Bahan pangan segar daripada makanan atau bahan pangan yang telah diawetkan atau dengan mengkonsumsi makanan yang telah diproses dekontaminasi yang terkontrol dengan baik seperti pasteurisasi, sterilisasi dan direbus, contoh makanan yang aman yaitu susu yang telah dipasteurisasi, roti, tepung, jam, madu, pikel, dan manisan buah. Pencegahan yang lain yaitu dengan  menjaga kebersihan diri (mencuci tangan dengan sabun, khususnya selama mengolah makanan.) dan kebersihan lingkungan (Anonimous, 1997).
G. PENGOBATAN
Penggantian cairan tubuh dengan peningkatan glucose-electrolyte solutions melalui oral merupakan cara terpenting pada terapi pasien yang terinfeksi Campylobacter. Spesies ini telah resisten terhadap beberapa antibiotik, khususnya florokuinolon dan makrolida, serta bersifat zoonotik (Bill Marler, 2010).
Organisme patogen ini semakin resisten terhadap antibiotik, terutama fluoroquinolones dan macrolides, yang merupakan antimikroba yang paling sering digunakan untuk pengobatan campylobakteriosis ketika terapi klinis diperlukan. Sebagai patogen zoonosis, Campylobacter telah reservoir hewan yang luas dan menginfeksi manusia melalui kontaminasi air, makanan atau susu. Penggunaan antibiotik pada peternakan hewan dan obat manusia, dapat mempengaruhi perkembangan resisten antibiotik Campylobacter (Daniel, j wilson, 2001).
Infeksi Campylobacteriosis pada manusia adalah infeksi saluran pencernaan atau infeksi darah yang disebabkan oleah bakteri Campylobacter jejuni berdasarkan hasil diagnosis pemeriksaan darah, tinja atau cairan tubuh lainnya. Sebagian besar sembuh sendiri dalam 5-8 hari tanpa pengobatan antimikrobia, jika lebih berat akan berlangsung lebih lama. Isolat Campylobacter jejuni biasanya peka terhadap eritromisin, siprofloksasin, serta tetrasiklin, dan terapi ini memperpendek lamanya pengeluaran bakteri dalam tinja,dengan prinsip memberikan antimikroba yang sesuai. Campylobacter jejuni sensitif terhadap eritromisin dan quinolon. Maka dapat diberikan terapi antibiotik,yakni eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif serta didukung dengan diberikan  penggantian cairan dan elektrolit, serta dapat juga diberikan  Ciproflxacin  sebagai antibiotik kelas floroquinolones  yang mampu mencegah infeksi dari bakteri Campylobacter jejuni  dan membunuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar